Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENDAHULUAN MAKALAH ANTARA ALLAH DAN LOGIKA

 

1.     


Latar Belakang Masalah

Orang sekuler adalah orang yang tidak tahu apakah Allah ada atau realitas supranatural diluar dunia natural karena mereka menganggap bahwa segala sesuatu memiliki penjelasan ilmiahnya. Zaman sekuler adalah zaman dimana semua penekanan terletak pada kehidupan sekarang ini tanpa ada konsep kekekalannya. Semua jenis sekularisme adalah serangkaian kepercayaan. Ketika mengatakan “Allah ada pada saya” , maka ini akan dianggap tidak masuk akal bagi sebagian besar para filsuf.  Bagi mereka yang percaya kepada Allah (Kristen), tanpa Allah segala sesuatu tidak akan ada; namun bagi mereka yang tidak percaya kepada Allah “melihat objek-objek materi ada dengan sendirinya”[1] Fisuf C. Stephen Evans menulis, menentukan Allah tidaklah seperti menentukan keberadaan makhluk apa pun di dalam dunia materi ini: “percaya pada Allah sama dengan percaya alam semesta memiliki sifat tertentu; tidak percaya pada Allah sama dengan percaya alam semesta memiliki sifat yang sangat berbeda[2]. Jadi orang-orang yang percaya pada Allah berargumen bahwa keberadaan Allah tidak  bisa dibuktikan secara empiris.

Filsuf Alvin Platina “selama dua generasi belakangan berkembang suatu argumen bagi keberadaan Allah yang disebut “argumen dan logika”. Argumennya dimulai dengan menyelidiki asumsi bahwa kemampuan berpikir manusia adalah dari seleksi alam[3]. Otak manusia berkembang hanya untuk memampukan manusia untuk bertahan hidup, dan banyak mahkluk yang melakukan ini dengan sangat baik tanpa ada kemampuan berpikir sama sekali. Semua orang pasti percaya kalau kemapuan rasionya bekerja untuk memberitahu kita kebenaran tentang realitas.

Immanuel Kant (1724-1804) yang mendekati Allah melalui penalaran memunculkannya Liberalisme. Kant menolak setiap bukti mengenai keberadaan Allah dan berpegang bahwa Allah hanya dapat diketahui melalui penalaran. Pendekatan Kant dengan cara mencurigai tradisi dan otoritas Alkitab merupakan hasil dari Pencerahan itu sendiri. Teologi seperti ini menekankan pada penalaran manusia dan pengalaman. Kepercayaan-kepercayaan agama harus lulus tes penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmiah. [4]

Hobbes yakin bahwa Alkitab tidak dapat memberikan wahyu apapun. Dia melihat dalam Alkitab banyak hal yang tidak masuk logika. Dia berkata bahwa hal-hal yang tidak dapat dimengerti manusia harus dipercayai secara buta. Istilah “kepercayaan buta” di ciptakan Hobbes. Dia sangat senang meremehkan Alkitab Menurut Hobbes, dalam Alkitab sangat banyak hal-hal yang tidak masuk akal yang harus dipercayai oleh manusia..[5]

Kesesatan terjadi apabila seseorang tidak berpikir atau tidak memfungsikan logikanya secara alami, “Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani suatu kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya, ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam dan arti keberadaannya dirinya di dunia.[6]  Sophocles penyair tragis (abad ke-5 SM) mengemukakan, “para dewa menanamkan akal budi dalam diri manusia, yang tertinggi dari semua pemberian  yang baik.” Akibatnya akal budi menjadi pusat untuk memahami kemanusiaan itu sendiri dan dunia.[7]

Pandangan orang percaya, Allah hanya mampu di pahami dengan iman, tanpa melibatkan ilmu lain di dalamnya. Sehingga hal ini membuat mereka bingung ketika disodorkan pertanyaan mengenai Allah dengan menggunakan logika. Dengan adanya konsep seperti ini, tanpa sadar mereka melupakan pentingnya memahami ilmu logika dalam menjelaskan segala sesuatu, walau sukar hal ini tidak berarti menjadi mustahil.


[1] David Bentley Hart “The Experience of God”. 1-86            

[2] C. Stephen Evans, “Why Christian Faith Still Makes Sense: A Response to Contemporarry Challenges”. (Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2015) 23

[3] The Evolutionary Argumen Againts Naturalism” dalam Where the Conflict Really Lies, 307

[4] Paulus Enns, “The moody Handbook of Theology” (Buku Pegangan Teologi) Vol 2. (Malang: SAAT, 2012) 93

[5] Segala ilmu dan juga teologi historis-kritis didasarkan oleh penolakan terhadap wahyu Allah dan oleh pikiran-pikiran yang menyembah akal manusia dan ilmu pengetahuan sebagai ilah. Eta Linnemann, Teologi Kontemporer (Ilmu atau Praduga?), (Batu: Persekutuan Pelayanan Injil Indonesia, 2006) 31

[6] Muktar Latif, “Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu”. (Jakarta: Perdana Media Group, 20140 144

[7] Ben Dupre, “50 Gagasan Besar yang Perlu Anda Ketahui”. (Indonesia: Erlanga, 2013) 38

Posting Komentar untuk "PENDAHULUAN MAKALAH ANTARA ALLAH DAN LOGIKA "