Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KUALIFIKASI PENATUA/PENILIK JEMAAT

 



Kualifikasi Hermeneutis Penatua/Penilik Jemaat

Kata penatua atau penilik di dalam Alkitab dapat dipakai secara bergantian (Kis.20). Istilah “Penatua” dan “jabatan penatua” dianggap sebagai jabatan gerejawi yang paling penting dan paling terhormat. Di Dalam Alkitab khususnya Perjanjian Baru, surat-surat penggembalaan secara keseluruhan merupakan sumber pengetahuan terbaik yang ada untuk memahami kehidupan gereja pada masa transisi di antara akhir periode perintisan dan pertumbuhan organisasi kelembagaan. Sehingga perlu adanya pemimpin untuk menuntun umat Tuhan, serta menjadikannya sebagai teladan, sehingga dituntut dari penilik/penatua untuk menjadi teladan dalam kehidupan pribadi, kehidupan rumah tangga dan integritas. Karena tanggung jawab jabatan dalam gereja Kristen menuntut orang yang dapat diteladani orang lain.

Menjadi pemimpin harus memiliki perilaku yang baik bagi semua orang yang dilayani (1 Tim.6:11-21; Tit. 1:5-9). Tetapi harus juga mempunyai keberanian untuk membela kebenaran (2 Tim. 2:1-26), dengan menyadari Injil tidak bergantung pada pendapat pribadi melainkan pada Allah sendiri (2 Tim. 3:10-4:8), juga mengangkat orang-orang untuk memegang jabatan pimpinan dalam jemaat-jemaat, mempunyai sifat-sifat yang sama, dan merupakan jenis orang yang dapat dikagumi orang lain (1 Tim. 3:1-13; 4:6-16). Untuk itu, tulisan ini dapat menguraikan secara sederhana kualifikasi untuk menjadi pemimpin gereja menurut 1 Timotius 3, Titus 1 dan surat 1 Petrus 5 sebagai panduan untuk melihat kriteria Alkitabiah mencari pemimpin di gereja.

I.Kehidupan Pribadi (moral dan spiritual)

            Didalam kehidupan pribadi seorang calon pemimpin Kristen harus memiliki sifat yang serius, didalam nasihat Paulus kepada Timotius dan Titus untuk mengangkat pengawas jemaat yang merupakan tugas yang mulia dan kualifikasi yang dipersyaratkan (1Tim.3:1). Kualifikasi yang menjadi syarat untuk menjadi pemimpin di gereja adalah dalam hal moral dan spiritualnya;

  1. Tak bercacat, artinya tidak mempunyai kekurangan-kekurangan (didalam hal menahan diri cf. 5:7 dan 6:14) sehingga tidak mudah menjadi sandungan. Dalam terjemahan KJV ``blameless artinya suci, sehingga tidak dapat dicela karena kesalahan.
  2. Bukan peminum, artiya bukan orang yang suka mabuk karena minuman.
  3. Peramah bukan pemarah, artinya bukan orang yang kasar yang suka memukul, atau emosional berlebihan dalam menghadapi masalah/sesuatu.
  4. Pendamai, artinya menjadi penengah dalam sebuah situasi yang panas, bukan menjadi “trouble maker”.



  1. Kehidupan Rumah Tangga 

Sangat jelas bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, dalam hal ini menjadi penatua harus memiliki kualifikasi yang baik dalam hal memimpin, mulai dari kehidupannya dalam rumah tangga sebagai kepala rumah tangga.

  1. Suami dari satu istri artinya, tidak berpoligami, bisa memiliki dua pengertian, pertama melayani dengan memiliki satu isteri yang masih hidup, kedua melayani dengan tetap mempertahankan keadaan dengan isteri sudah meninggal. (baca buku william Barclay)
  2. Suka memberi tumpangan artinya, memberikan rumahnya untuk kemuliaan nama Tuhan.
  3. Kepala keluarga yang baik, artinya menjadi pemimpin yang baik didalam keluarga.   
  4. Disegani dan dihormati anak-anaknya, artinya dapat membawa anaknya untuk hidup benar, atau menjadi representatifnya Allah di dunia.
  5. Memiliki nama baik diluar jemaat, artinya kehidupannya dapat menjadi kesaksian diluar gereja, dan bukanlah seorang yang munafik, terlihat baik di dalam sedangkan diluar menjadi cemoohan orang. 



  1. Integritas 

Kata integritas di dalam KBBI, mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran; jadi kata ini dapat mencakup untuk beberapa kualifikasi seperti berikut:

  1. Dapat menahan diri artinya, takluk kepada firman (tunduk kepada firman Allah, taat kepada firman Allah, dan diperintahkan oleh firman Allah), juga dapat menahan diri dalam hal cepat bicara sedikit mendengar (Yak. 1:19).
  2. Bijaksana artinya, tentu asalnya haruslah dari Tuhan, bukan dari manusia (1 Kor. 2:13; 1 Kor.1:25 bdk. Ams.9:10)
  3.  Sopan artinya, memiliki attitude yang baik di mata jemaat dan masyarakat sekitar.
  4. Cakap mengajar orang, artinya orang yang mampu untuk mengajar orang lain dengan karunia khusus untuk mengajar (Rm.12:7)
  5. Bukan hamba uang, artinya tidak tamak akan uang, yang merupakan akar dari segala kejahatan (1 Tim.6:10).
  6. Bukan seorang yang baru bertobat, dalam konteks surat kepada Timotius bahwa gereja ditempat itu sudah cukup lama dibandingkan di Kereta (surat kepada Titus), sehingga cukup banyak orang yang memenuhi kualifikasi untuk mengemban tugas ini dibanding orang yang baru bertobat, lagipula jemaat tersebut belum mengenal keadaan jemaat bagaimana, dan bertujuan agar tidak menjadi sandungan atau menjadi sombong karena merasa lebih rohani dibandingkan yang lain. 





  1. Kualifikasi Tambahan

Untuk melihat secara komprehensif bagaimana untuk menjadi seorang penatua/pinilik  jemaat, Rasul Petrus menuliskan kepada para pemimpin pada waktu itu (kemungkinan sudah menjabat) untuk:

  1. Memiliki tugas sebagai gembala, artinya sebagai pemimpin umat, harus benar-benar dapat menjadi gembala bagi umat Tuhan, sesuai dengan contoh Tuhan Yesus sebagai gembala Agung yang baik.
  2. Tidak memimpin dengan paksa, namun dengan dengan sukarela sesuai kehendak Allah, menjadi gembala yang melakukan apa yang seharusnya dilakukan, tidak melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan, seperti contoh para pemimpin bangsa Israel yang ditegur Allah (Yeh. 34).
  3. Tidak mencari keuntungan semata (dengan pengabdian diri), tentunya untuk mencari kepentingan bersama, terlebih untuk kemuliaan nama Tuhan.
  4. Tidak merasa memiliki jemaat sebagai milik pribadi namun, menjadi teladan, artinya jangan sampai menjadi sombong karena merasa telah memenangkan jiwa, atau memberi banyak (persembahan) untuk gereja. Semua adalah karena kasih Allah kepada orang itu untuk dia menjadi percaya, bukan karena usaha. Sehingga tidak membuat para pemimpin menjadi semena-mena untuk membuat peraturan, mengambil keputusan, atau bahkan memiliki rasa “hak atas orang tersebut”, dsb. Sikap seperti ini “memerintah atas” adalah orang yang otoriter atau seperti atasan duniawi, namun hendaknya menjadi teladan yang memberikan apa saja yang dapat diberikan/sumbangkan kepada orang lain dengan jalan menasehati dan membangun karakternya. Jabatan gerejawi tidak memberikan hak kepada kita untuk memerintah: memerintah jemaat atau saling memerintah. Tugas pejabat gerejawi adalah melayani, dan melayani adalah sebaliknya dari memerintah (Mat. 20:20-28; Mark. 10:35-45)
  5. Merendahkan diri dibawah tangan Tuhan, kata ini mengacu kepada ha-hal yang diatas, untuk menjadi seorang pemimpin yang bertugas menggembalakan, hal yang paling penting dan paling dasar adalah merendahkan diri dibawah tangan Tuhan.

Kualifikasi Diaken

Kata diaken ini muncul di 1 Timotius 3 dan juga muncul di surat Filipi, kemungkinan besar para teolog menyimpulkan bahwa tugas diaken dapat berwujud “melayani, membagi-bagikan sesuatu, menunjukan kemurahan”, bisa dilihat di Kis.6:1, 2 sudah ada  kegiatan pembagian kepada janda-janda, pelayanan meja, dsb. Orang bebas, raja, orang besar, orang sombong, orang kaya, konglomerat dunia – mereka tidak perlu melakukan tugas rendah yang disebut “diakonia”, dan dengan sifat serta sikap “diakonia”, yakni dengan rendah hati, merendahkan diri sampai ke tingkat terendah, tingkat hamba!

Untuk kualifikasinya tidak berbeda dengan kualifikasi menjadi penatua, hanya ada sedikit perbedaan berkenaan dengan sifat pelayanan yang mereka lakukan. Dengan kualifikasi tambahan seperti:

  1. Orang terhormat artinya orang yang tidak sembarangan atau yang dihormati.
  2. Tidak bercabang lidah artinya tidak suka dusta atau kata-katanya dapat dipercaya.
  3. Tidak serakah, sama seperti tidak menjadi hamba uang atau mengasihi uang, karena akar segala kejahatan adalah cinta uang (1 Tim. 6:10).
  4. Menjaga rahasia iman yang teguh didalam hati yang murni dengan telah disucikan, rahasia iman disini mungkin dimaksudkan adalah rahasia mengenai Injil yang dirahasiakan Allah selama berabad-abad lamanya, yang berkaitan dengan hati yang murni, jadi bisa disimpulkan bahwa seorang diaken harus memegang teguh apa yang menjadi teologi yang benar.
  5. Lulus uji dari kecacatan, artinya bukan secara literal bahwa mengikuti ujian tertulis seperti siswa akademik, namun memiliki arti bahwa menjadi diaken terlihat dari kelakuan kesehariannya telah lulus uji atau mendapat nilai/respon yang baik dari semua pihak.
  6. Memiliki isteri yang terhormat, tidak pemfitnah, dapat menahan diri, dapat dipercayai dalam segala hal karena isteri sering kali ikut dengan suaminya, atau bisa juga bermakna bahwa ini menjadi kualifikasi bagi seorang diaken wanita.

 

Kesimpulan:

            Untuk menjadi seorang pemimpin memang harus memiliki kualifikasi yang lebih baik dibandingkan jemaat biasa, sebab untuk menyandang posisi demikian tentu menjadi sorotan bagi semua mata baik di gereja maupun di masyarakat. Sebagai pengikut Kristus, layaknya semua orang juga memiliki kualifikasi demikian, tidak bercacat dan bercela di hadapan Tuhan (Ef. 5:27), dan untuk menjadi pemimpin di gereja dengan kualifikasi demikian tentunya tidak ada menutup kemungkinan untuk semua orang dapat menjadi pejabat di gereja. Tidak memandang suku, ras, atau bahkan sikap memandang muka. 

 

Pelajaran yang didapati:

            Kebutuhan jemaat itu penting dalam pastoral, kebutuhan jemaat biasanya menuntut adanya sosok teladan yang nyata, sosok yang dapat menjadi surat Kristus yang hidup. Di dalam gereja tentu para pemimpin atau pejabat gereja dituntut untuk lebih dari jemaat yang lain, baik dalam hal sikap, moral, kerohanian, keseharian, dalam keluarga, dsb. Maka saya belajar bahwa ketika kembali dari tempat ini (lulus) saya harus bisa menjadi teladan diluar sana, terlebih di gereja dimana saya melayani, saya harus dapat menjadi seorang hamba Tuhan yang telah lulus uji. Amin 

Refleksi Diri:

·         Sering saya menuntut bahwa orang yang sudah menjadi pemimpin adalah orang yang sempurna, ketika mengeluarkan perintah atau peraturan, maka ketika orang tersebut memiliki kesalahan, maka ia sudah tidak layak menjadi pemimpin. Saya harus bisa mengubah paradigma yang demikian.

·         Sikap sombong, merasa mampu, merasa semua terjadi hanya karena usaha kita, itu salah. Semua terjadi atas pemantauan Tuhan, atas kedaulatan Tuhan. Saya sering kali melakukan hal demikian, saya harus bisa berubah. 

 

Posting Komentar untuk "KUALIFIKASI PENATUA/PENILIK JEMAAT"