Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

LAPORAN BACA MANAJEMEN GEREJA

 



Pasal 1

Pandangan dan Persoalan Umum

  1. Sikap Gereja Pada Umumnya

1.      Pandangan negatif di antara gereja Injili

Gereja-gereja Injili sering atau pada umumnya acuh tak acuh terhadap masalah-masalah sekitar administrasi gereja. Karena salah pengertian terhadap administrasi gereja itu dan karena salah pengertian tentang keberadaan dan panggilan gereja. Mereka berpikir bahwa administrasi gereja hanya akan mengurangi energi yang sangat dibutuhkan untuk pemberitaan Firman, dan pemborosan segala sesuatu, bahkan juga mereka mengatakan bahwa administrasi gereja mematikan kehidupan spiritual dari gereja dan mengubah hakikat gereja dari persekutuan orang-orang percaya, tubuh Kristus, menjadi lembaga (institusi) Kristen saja.

2.      Salah pengertian dari gereja-gereja non-Injili

Sebaliknya, gereja-gereja non-Injili malahan menaruh perhatian lebih pada administrasi gereja, sehingga banyak pendeta yang lebih mengutamakan pekerjaan administrasi (dalam pengertian yang tidak sehat), karena:

    1. Pendeta merasa lebih dihargai apabila ia sukses sebagai administrator, sering ke luar kota untuk menghadiri rapat, seminar atau diundang menghadiri diskusi, dsb. Karena gambaran tentang “pendeta yang sukses” sudah berubah.
    2. Lebih memilih pertimbangan pribadi dibandingkan soal-soal pelayanan itu sendiri. Karena tuntutan akan gaji yang diinginkan, jaminan hidup, dll.
  1. Gambaran Tentang Pendeta Sebagai Administrator

Seorang pendeta kerap kali dipandang dalam hal melakukan tugas administrator sebagai penyusun rencana dan program rutin untuk jemaatnya; menghadiri rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan, pelayanan surat-menyurat, pembuatan statistik, dll. Atau bisa disebut bahwa seorang pendeta yang mengurusi segala-galanya. Seharusnya seorang pendeta atau gembala adalah seorang pemimpin, ia harus memiliki atau memegang prinsip kepemimpinan yaitu pertanggungjawaban administrasi gereja (walau terkadang seorang pemimpin harus bisa melakukan itu sendiri) yang didasarkan pada kebenaran firman Tuhan.

  1. Dua Macam Pelaksanaan Administrasi Gereja yang ada di antara Gereja-gereja Sekarang ini

Macam-macam pelaksanaan administrasi gereja antara lain:

  1. Didasarkan pada bentuk administrasi gereja yang biasanya diusulkan dalam buku-buku atau melalui ceramah-ceramah. Dengan mode ini administrasi gereja akan mengalami kemudahan dalam hal penyusunan program yang lengkap untuk setiap kegiatan yang akan diadakan di dalam gereja. Tentu ada hal positif-negatifnya dari pola pelaksanaan ini, untuk para pemimpin gereja dapat pertimbangkan.
  2. Yang didasarkan pada prinsip-prinsip administrasi yang benar. Walau sudah banyak gereja yang menggunakan prinsip yang benar dalam administrasi gereja, tetap saja ada hal-hal yang menghambat pertumbuhan dan kehidupan gereja. Misalnya saja dari segi negatifnya ketika pemimpin gereja betul-betul mengerti tugasnya, maka ide dan usulannya seringkali menjadi satu-satunya ukuran dan standar untuk seluruh kehidupan pelayanan gereja, atau disebut gejala “narcissistis” (gejala pemimpin yang mengikat orang lain bergantung pada dirinya terus menerus). Namun, tentunya banyak hal positif yang dapat diambil dari pola pelaksanaan ini.

Pada intinya pelaksanaan adminitrasi gereja akan berjalan dengan baik sesuai dengan penyusunan program yang lengkap dan didasari dengan firman Tuhan adalah dengan memadukan kedua prinsil diatas.

 

Pasal II

Teologi: Dasar-Dasar Administrasi Gereja

Tujuan membahas teologi kali ini hanya mengingatkan betapa administrasi[1] gereja sangat bergantung pada teologi. Teologi seorang pemimpin gereja tentang hakikat dan panggilan gereja sangat menentukan administrasi gereja yang dipimpinnya. Karena administrasi gereja adalah pertanggungjawaban pemimpin gereja dalam menyediakan wadah yang tepat di mana inkarnasi firman itu menjadi kenyataan atau bisa disebut sebagai menentukan dan menetapkan (atas dasar pengertiannya tentang hakikat dan panggilan gerja) apa tujuan misi gereja, kemudian menyiapkan jalan untuk mencapai tujuan itu.

Administrasi gereja tanpa teologi adalah administrasi yang sekular dan tanpa arah. Teologi tentang keberadaan dan panggilan gereja (nature dan missi) adalah dasar-dasar utama dari administrasi gereja. Administrasi gereja yang benar paling tidak harus dibangun atas teologi yang dikembangkan dari dua perngertian yang benar tentang hakikat gereja.

1.      Gereja adalah persekutuan dari orang-orang yang dipilih Allah.

Dalam Alkitab dasar utama dari berdirinya gereja adalah kepemilikan Allah. Sebab Allah memilih orang-orang untuk diselamatkan, dan dipersiapkan untuk mengerjakan misi Allah di bumi. Keunikan dari gereja itu adalah karena Allah yang berinisiatif untuk mempersatukan manusia dengan diriNya melalui Yesus, Allah menyucikan gereja (Ul. 7:7-8; Kel. 15:13, 16; Mzm. 77:15-16; Kis. 20:28; Kel.33-35) dengan caraNyamenyucikan umat Israel. Allah ynag memberkati dan memperlengkapi gereja (Kej.12; Mat.28:2; Yoh.10:10b; 14:16, Yak. 1:17-18) baik itu penyertaanNya ,berkat untuk melayani maupun jasmani, dan Allah yang mengutus gereja supaya menjadi berkat (Kej. 12:2-3; II Kor. 5:17-18; Ef. 2:10, dsb.)

Karena pemilihan Allah itu, gereja harus bergantung pada Allah, dan dapat mengekspresikan iman dengan cara bersaksi, bersekutu, dan melayani.

2.      Gereja Sebagai Tubuh Kristus

Teologi yang benar adalah dengan pengertian tentang hubungan[2] antara gereja dengan Kristus (1 Kor. 12; Rm.12; Ef.1:4). Agar dapat memusatkan administrasi itu pada Kristus sebagai kepala dengan cara menolong orang percaya mengenal Alkitab secara benar, walau itu adalah pekerjaan berat. Dan tidak lupa juga untuk menjadikan kehidupan gereja sebagai tubuh Kristus itu nyata dalam hal kesatuan (1 Kor.12; Rm.12; Ef. 4, dsb).

Administrasi gereja harus selalu waspada supaya apa yang diusulkan tidak menjadi hambatan bagi pekerjaan penyataan dari Roh Allah. Maka gereja harus memperhatikan bahwa setiap anggota tubuh itu penting (1 Kor.12:21-22), masing-masing anggota terikat satu dengan yang lain, semua karunia berasal dari Roh yang sama, dan semua disatukan dalam kasih (Yoh.13:35).

Pasal III

Strategi: Sikap Gereja Dalam Menyatukan Sistem Pertanggungjawaban Administrasi Gereja.

Disamping teologi, strategi merupakan aspek yang sangat penting untuk memperbaharui dan mambangun administrasi gereja. Maka fleksibilitas adalah unsur yang sangat penting dalam menjalankan administrasi gereja. Dengan melihat dan belajar dari Alkitab mengenai strategi gereja, terlebih belajar dari gereja mula-mula:

1.      Gereja apotolik memegang enam prinsip sebagai system pertanggungjawaban administrasi gereja mereka:

a.       Pemilihan oleh segenap anggota jemaat (popular election), anggota jemaat diikutsertakan dalam memilih dan menilai apakah orang-orang tertentu memenuhi syarat-syarata seperti tertera dalam 1 Tim. 3 dan Titus pasal 1[3]. Prinsip-prinsip popular election juga diterapkan dalam pemilihan pejabat-pejabat gereja yang lain, msialnya diaken-diaken (Kis. 6).

b.      Persamaan antara bishop dan tua-tua, dalam gereja apostolik, ternyata jabatan tua-tua tidak berbeda atau sama saja dengan pendeta (bishop).

c.       Lebih dari satu tua-tua jemaat lokal, sebab gereja tidak boleh dikuasai dan diperintahkan oleh satu orang, siapapun dia, kecuali Kristus Yesus. (lih. Kis.14:23; 20:17, dsb.)

d.      Penahbisan jabatan gereja dilakukan oleh banyak tua-tua, (1 Tim.4:14; Kis. 13:1-3, dsb)

e.       Kekuasaan untuk memutuskan sesuatu adalah kekuasaan bersama (rapat, sidang), misalnya di dalam Kis. 15 sidang di Yerusalem, yang membahas mengenai persoalan teologi. Dan dapat dilihat juga bhwa semau unsur jemaat diikutsertakan, dan dari keputusan itu ada kepatuhan.

f.        Kristus adalah kepala gereja, sebab pemimpin gereja tidak punya kuasa atas iman jemaat, sebab mereka hanya bertugas sebagai penolong dan pelayan (II Kor.1:24), hanya Yesus kepala gereja (Ef. 5:23; Kol.1:18, dsb)

2.      Gereja masa Kini berpegang pada 3 prinsip dalam menentukan strateginya

a.       Kristus adalah kepala gereja,

b.      Tua-tua adalah pemimpin organisasi gereja[4],

c.       Fleksibilitas, yaitu ketentuan yang sesuai dengan kebutuha ndan kondisi-kondisi gereja setempat.

PASAL IV

Perencanaan (Planning) Seluruh Kegiatan Gereja

Perencanaan seluruh kegiatan gereja harus berdasarkan teologi yang benar tentang hakikat dan pelayanan gereja, ternyata masih banyak gereja yang gagal untuk membangun dan menghidupkan gerejanya, bahkan kegiatan atau program positif yang dilakukan hanya menjadikan gereja sebagai timbunan sampah aktivitas.

Gereja ada untuk: mempersiapkan mereka untuk melayani, dna melibatkan mereka dalam pelayanan. Karena mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah sebagai kawan-kawan sekerjaNya (Ef.2:10). Gereja juga adalah partner Allah dalam melengkapi orang-orang percaya dengan tujuan keselamatan. Lima fase dalam keselamatan yang harus dialami oleh setiap orang percaya adalah: kelahiran baru, Pertobatan, Pembenaran, dan pengangkatan menjadi Anak Allah, Penyucian, dan pemuliaan. Yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, gereja hanyalah sebagai partner yang menyediakan segala sesuatunya untuk tujuan Allah itu.

Gereja melindungi dan menolong umatNya mengalahkan hambatan-hambatan dalam pertumbuhan mereka. Sebab hambatan dari dalam (dosa yang berasal dari dalam dirinya sendiri)[5] dan dari luar (iblis) yang dialami oleh orang percaya. Untuk itulah gereja didirikan, yaitu untuk memperingatkan bahwa perlengkapan senjata Allah hanya dapat dipakai oleh lascar-laskar Kristus yang berdiri tegap siap bertempur melawan iblis[6].

Yang harus masuk dalam perencanaan gereja juga adalah menolong jemaat untuk terus bertumbuh dalam keselamatan supaya mereka makin berlayak untuk menjadi kawan-kawan sekerja Allah. Dalam hal ini gereja harus membedakan antara kegiatan dan program yang primer (merangsang proses pertumbuhan keselamatan anggota jemaat) dan sekunder (membantu program primer). Melalui program gereja yang terencana (II Ptr.1:5-7), gereja akan menolong menjernihkan panggilan Allah pada setiap orang percaya (II Ptr.1:10), berarti pula menolong mereka untuk bertumbuh dalam keselamatan yang benar (II Ptr.1:8-9, bdk Ibr.5:11-6:8 dan I Kor.10:1-13). Untuk itu perlu adanya keseimbangan dari iman dan perbuatan, langkah untuk mengatasi itu sesuai dengan II Petrus 1:5-7, adalah:

1.      Menambahkan iman dengan kebajikan (virtue)

2.      Menambahkan kebajikan dengan pengetahuan (knowledge)

3.      Menambahkan pengetahuan dengan penguasaan diri (temperance)

4.      Menambahkan penguasaan diri dengan kesabaran (patience)

5.      Menambahkan kesabaran dengan kesalehan (godliness)

6.      Menambahkan kesalhean dengan kasih akan saudara-saudara (brtherly kindness)[7]

7.      Menambahkan kasih akan saudara-saudara dengan kasih akan semua orang (charity)

Pasal V

Pelaksanaan Praktis dari Administrasi Gereja

Walaupun sudah mengenal ketiga aspek yang maha penting, yaitu teologi, strategi, dan perencanaan, sebenarnya masih ada orang yang merasa tidak cukup, karena tanpa contoh-contoh. Berikut contoh-contoh pelaksanaan praktis dari administrasi gereja:

1.      Langkah-Langkah Dalam Proses Administrasi

Sering kali dalam gereja mengalami kesuaman, bukan karena kegiatan khusus untuk meningkatkan kerohanian hidup jemaat tidak ada, namun sebenarnya karena sering kali gereja melupakan tanggung jawab administrasi, yaa disamping pendeta atau pemimpinnya kurang rohani. Untuk mengantisipasi hal itu, ada lima langkah sebagai pertanggungjawaban administrasi yang harus diperhatikan dalam setiap program dan aktivitas gereja, dan langkah itu dapat berlanjut apabila langkah sebelumnya dapat dicapai.

    1. Mengenali kebutuhan yang ada (mengenali adanya kebutuhan-kebutuhan yang konkret dalam jemaat: pemimpin gereja mengerti tentang konkretnya kebutuhan itu, jemaat mengerti tentang konkretnya kebutuhan itu, seluruh jemaat merasakan konkretnya kebutuhan itu).
    2. Perencanaan (pemimpin-pemimpin gereja harus sadar, bahwa selain sebab adanya kebutuhan yang konkret yang sesuai dengan keberadaan dan panggilan gereja, maka perencanaan suatu program jangan dilakukan karena gereja lain juga punya program serupa, karena sejak semula gereja sudah memiliki program itu, dan usul-susul pribadi atau dua orang tentang perlunya program itu. namun harus diperhatikan bahwa: tidak semua kebutuhan yang real dapat segera direncanakan[8], mengikutsertakan jemaat dalam perencanaan, dan mempertimbangkan setiap detail dari perencanaan.
    3. Pengorganisasian, tiga hal yang penting dalam pengorganisasian adalah: apa hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengkonkretkan rencana; kapan rencana itu dapat segera dimulai, kapan panitia atau komisisi dapat mulai bekerja; dan siapa yang bertanggung jawab, apakah seluruh majelis? apakah panitia? Apakah komisis? Dan bagaimana memilih orang-orang yang tepat.
    4. Perangsangan, seorang pemimpin gereja tidak boleh lepas tangan begitu saja, namun terus menerus dapat mendorong dan merangsang kerja setiap personel. Karena dalam melakukan pekerjaan Tuhan, sukacita, dan semangat bekerja seringkali lebih penting daripada rasa tanggung jawab itu sendiri (Tuhan tidak memakai orang-orang untuk mengerjakan ladangNya dengan terpaksa) mungkin dengan contoh sederhana untuk merangsang setiap personel itu seperti: secara resmi mengangkat mereka di muka jemaat, setiap bulan mengundang mereka untuk bertamah-tamah dalam suasana informal, dan memberikan penghargaan-penghargaan yang disampaikan secara resmi pada tiap-tiap personel setiap akhir tahun.
    5. Pengevaluasian, langkah ini dilakukan untuk menciptakan suatu diskusi terbuka untuk program yang sedang dan telah dilaksanakan, demi untuk suatu yang lebih baik. Dan hal yang penting juga adalah mengikutsertakan jemaat terus menerus sejak permulaan dengan setiap kali memberikan informasi yang lengkap tentang perkembangan, kemajuan, kesulitan dan kebutuhan-kebutuhan sekitar program itu. dan pemimpin gereja harus berpegang pada prinsip “keberadaan dan panggilan” gereja jikalau ingin evaluasi selalu terarah untuk kemajuan gereja dan kemuliaan nama Tuhan.

2.      Menyusun Program Kerja Tahunan

Gereja adalah tubuh Kristus, setiap kegiatan harus mempunyai tujuan dan arah yang sama. Jadi, program kerja tahunan perlu dibuat oleh majelis bersama dengan pemimpin/pengurus tiap komisi, supaya betul-betul tiap komisi menjadi alat yang membantu majelis dalam membangun tubuh Kristus itu. Untuk melaksanakan itu, yang perlu dilakukan adalah menentukan waktu untuk menyusun program kerja tahunan (lebih baik pada awal tahun); mengevaluasi, menyeleksi, dan memperbaharui perencanaan kerja setiap komisi; pengaturan pemakaian ruangan-ruangan di kompleks gereja; dan memakai tiga sumber materi bersama-sama menyusun program kerja tahunan: a) kegiatan rutin, b) kegiatan khusus, c) kegiatan umum.

3.      Prinsip-Prinsip Memimpin Rapat Atau Persidangan-Persidangan Gerejawi

Karena Gereja berbeda dengan organisasi-organisasi yang lain, maka oleh karena itu, rapat-rapat yang diadakan gereja harus memiliki prinsip dan keunikannya tersendiri. Janji Tuhan Yesus dalam Matius 18:20 menjadi motto dari setiap rapat gerejawi, yaitu membutuhkan kehadiran RohNya yang menyatukan setiap individu dalam kasih agape. Sebagai persekutuan tubuh Kristus.

Rapat gerejawi harus ditandai:

       Adanya persekutuan doa dan kesadaran akan kehadiran Roh Allah yang mengotrol seluruh suasana rapat.

       Adanya pesanan yang sentral dari firman Allah yang mengarahkan setiap pokok pembicaraan dalam rapat.

       Perlunya mengerti dan mengenal peraturan-peraturan gereja, tempat dimana melayani

       Perlunya mengerti dan mengenal peraturan-peraturan rapat gerejawi pada umumnya.

       Perlunya mengerti bagaimana menciptakan suasana interaksi rapat yang penuh kasih.

 

4.      Menyimpan Arsip Gerejawi

Menyimpan dan memelihara arsip adalah pekerjaan yang sangat penting yang menjadi tanggung jawab administrasi yang tidak boleh diabaikan. Penyimpanan dan pemeliharaan arsip adalah bukti sampai dimana gereja itu sudah mempertanggungjawabkan pelayanannya kepada Tuhan. Karena disiplin dan ketertiban adalah sifat gereja yang sehat.

a.       Apa yang perlu diarsipkan?

-          Oleh gereja 🡪 aporan-laporan hasil keputusan persidangan klasis dan sinode, dokumen-dokumen gereja, surat-surat masuk keluar, kumpulan lagu-lagu gerejawi, kumpulan khotbah-khotbah atau ceramah atau bahan-bahan pengaderan yang pernah dibawakan di gereja itu, dan data-data keanggotaan gerejawi.

-          Oleh pendeta/pengijil (arsip pribadi) 🡪 surat masuk keluar (khususnya dalam hubungan dengan pelaynannya keluar), khotbah-khotbah, kliping, hasil keputusan rapat, dan catatan pelayanan konseling (baik itu perorang/perkasus/atau satu file tersendiri)

b.      Bagaimana mengarsipkan?

-          Memilih satu system penyimpanan arsip yang sesuai dengan kondisi jemaat atau pendeta itu (yang utama aman, rapid an mudah dipergunakan)

-          Menurut abjad, subyek ataupun kronologis

-          Dalam lemari/kotak yang terkunci khusus untuk file.

-          Dikerjakan oleh sekretaris gereja atau majelis secara “sukarela”.

 

5.      Istilah-Istilah yang sering dipakai dalam administrasi

-          Akta                      = risalah/notulen

-          Apel nominal         = pencatatan daftar hadir dalam persidangan

-          Aklamasi               = kesepakatan/persetujuan bersama yang terjadi dalam suatu persidangan

-          Credensi                = surat keterangan dari yang mengutus (majelis klasis) kepada persidangan, tentang orang-orang yang menjadi wakil-wakil resmi mereka dalam persidangan itu.

-          Diaken                   = salah satu jabatan gerejawi yang dikhususkan untuk menangani bidang pelayanan diakonia.

-          Deputat                 = panitia-panitia yang dibentuk untuk mengerjakan keputusan-keputusan sidang dan melaporkan hasilnya dalam sidang berikutnya.

-          Klasis                    = persidangan dari utusan-utusan gereja-gereja yang mempersatukan diri dalam satu klasis.

-          Konvokator           = seorang yang bertugas mengundang rapat.

-          Lobbying               = percakapan-percakapan tidak resmi di luar persidangan yang resmi.

-          Moderator             = orang yang memimpin dan menengahi percakapan dalam persidangan-persidangan dan menyimpulkannya. Dia adalah ketua persidangan.

-          Primus                   = utusan-utusan gereja/klasis yang mempunyai hak suara dalam persidangan

-          Pleno/ paripurna    = sidang lengkap, dihadiri oleh seluruh peserta.

-          Praeses                  = ketua sidang.

-          Porta verifikasi      = panitia yang bertugas memeriksa laporan keuangan

-          Pendeta emetirus   = pendeta yang sudah menyelesaikan masa jabatannya karena usia.

-          Proponent              = calon pendeta pada umumnya.

-          Quorum                 = memenuhi jumlah yang ditentukan dalam suatu persidangan

-          Siasat                     = displin yang dipegang oleh majelis gereja untuk memurnikan kehidupan gereja dari dosa demi untuk kemulian nama Tuhan saja.

-          Sinode                   = persidangan dari utusan klasis-klasis yang mempersatukan diri dalam satu sinode.

-          Secundus               = utusan cadangan dalam persidangan. Mereka tidak memiliki hak suara, kecuali diminta.

 

6.      Penyelesaian Masalah-Masalah Administrasi Gereja

 



[1] Kata “administration” berasal dari akar kata “administer” atau kata Latin “administrare”, yang artinya tidak lain daripada Melayani. Jadi, administrasi itu hanya alat yang dipakai untuk melayani tujuan dari organisasi atau gereja itu. oleh karenanya seorang administrator harus lebih daripada seorang eksekutif yang hanya melaksanakan progam yang sudah dibuat oleh orang lain. Ia tidak seharusnya tenggelam dalam kesibukan-kesiubukan administrasinya, karena ia terus-menerus dalam kebebasannya mengecvaluasi dan mengarahkan semua kegiatan itu supaya tetap sesuai dengan tujuan utama dari organisasi itu.

[2] Hubungan yang digambarkan mengenai kedekatan Kristus dengan gereja sering di analogikan seperti hubungan suami istri (Ef.5:22-24; Why. 21:2; Mat. 25:1-3), dan hubungan antara anggur dan carang-carangnya (Yoh.15)

[3] Dala gereja-gereja apostolik ada empat jabatan gereja: Rasul, Pekabar Injil/evangualist, Bishop/tua-tua/pendeta/guru, dan diaken.

[4] Catatan, diaken-diaken tidak termasuk pemimpin gereja.

-          Pendeta dan tua-tua tidak hanya pelayanan dalam sakramen, namun juga memberitakan firman Tuhan dan mengajar, berapologetika, menjadi teladan, melengkapi jemaat untuk pelayanan dan kesaksian mrk, menggembalakan, menegur/menyatakan apa yg salah, menajdi contoh sebagai domba Allah.

-          Penginjil, menjadi penginjil dalam arti membantu tua-tua gereja itu dlm menggerakan dan menangani proyek gereja tertentu.

-          Misionaris, adalah tenaga yg diperbantukan dari jemaat lain (gereja seasas di luar negeri).

[5] Untuk ini gereja harus mengutamakan pelayanan conselingnya (baik dari pendeta, maupun kelompok), disamping memakai khotbah, ceramah-ceramah etika, PA, persekutuan doa, dsb.

[6] Yaitu dengan membuat program yang bisa menolong anggota jemaat untuk tetap berdiri tegap, siap bertempur, siap memakai senjata rohani (Ef.6)

[7] CATATAN: perlu diingat bahwa pemimpin itu harus dapat menjadi contoh dan teladan dalam hal membuat program yang digunakan sebagai alat.

[8] Harus menyeleksi mana yang dapat diprioritaskan, dan memformulasikan.

Posting Komentar untuk "LAPORAN BACA MANAJEMEN GEREJA"