TUGAS NABI PERJANJIAN LAMA DAN RELEVANSINYA BAGI HAMBA TUHAN MASA KINI (PART I)
Tugas Nabi Perjanjian
Lama Dan Relevansi bagi Hamba Tuhan Masa Kini
LATAR BELAKANG
Banyak
hamba Tuhan masa kini salah dalam menggunakan “jabatannya” sebagai juru bicara
Allah, pengkhotbah,
pemimpin gereja, dll. Sebagai seorang hamba Tuhan yang melakukan kehendak
Tuhan, tentunya harus tahu apa tugasnya dalam dunia ini, pada masa-masa akhir
ini banyak hamba Tuhan (baik itu pendeta, gembala sidang, dll.) merasa tugasnya
hanyalah untuk menyampaikan Firman Tuhan (khotbah atau menyampaikan Injil) dan
tidak mementingkan hal lain, seperti memperhatikan keadaan umat Tuhan dalam
bidang politik, sosial, psikologi, dll. Mereka hanya (kebanyakan?) memikirkan
hal-hal rohani, baik itu berupa berkat-berkat yang ada didalam Tuhan, sangat
jarang menegur dosa, bahkan menggunakan Firman Tuhan untuk kepentingan pribadi.[1]
Melihat
panggilan seorang nabi pada Perjanjian Lama sebagai juru bicara Allah atau
manusia atas nama Allah yang tidak hanya menyampaikan kebaikan Tuhan, namun
juga menyampaikan pesan Tuhan mengenai penghukuman atas dosa-dosa dan
kesalahan, tuduhan, petunjuk, dll. Maka tugas hamba Tuhan tidak jauh berbeda
dengan tugas para Nabi zaman dulu, ketika mereka bertugas. Munculnya fakta di
lapangan tentang persoalan tugas seorang hamba Tuhan, memberikan gambaran
ketidakmengertiannya dalam melaksanakan tugas yang seharusnya ia lakukan
sebagai seorang hamba.
PERAN NABI DALAM
ASPEK KEHIDUPAN UMAT
Seorang nabi adalah seseorang yang berbicara
atas orang lain, seorang juru bicara atau penyambung lidah bagi Allah. Mereka
adalah juru bicara Allah, yang menyampaikan berbagai pandangan, reaksi tujuan
dan perkataan Allah sendiri. Singkatnya, agenda atau program Allah, disampaikan
melalui perkataan-perkataan para nabi[2].
Dengan contoh seperti seorang juru bicara kepresidenan di negara Indonesia.
Dialah orang yang menyampaikan berbagai pandangan, reaksi, tujuan dan mungkin
perkataan-perkataan presiden sendiri apabila dianggap perlu.
Karena panggilan yang unik, nabi adalah
anggota dewan ilahi, dan posisi mereka dalam komunitas manusia adalah sebagai
juru bicara Allah sekaligus sebagai pengkritik kerajaan manusia. Secara umum,
para nabi lebih tepat berada di balairung istana daripada di tempat ibadah.
Para nabi sering menghancurkan pengharapan orang-orang sezaman mereka dengan kritik
profetik (Yer.6:27), melalui interpretasi penyataan yang lebih tua, dan melalui
penyataan baru[3]. Para nabi berbicara
kepada orang Israel pada waktu-waktu krisis.[4]
Jadi seorang nabi itu berperan sebagai penyampai pesan Allah kepada umat,
dengan kondisi tertentu menyampaikan hal yang sesuai kondisi tersebut, agar
pesan itu dapat dimengerti.
NABI DI ZAMAN PERJANJIAN
LAMA
Secara
etimologi (asal kata) nabi belum menghasilkan hasil yang handal. Dulu kata
“nabi” dikaitkan dengan arti “menyemburkan” (kata-kata
ekstase), baik Tuhan yang
memancarkan firman-Nya ataupun sang nabi yang
memancarkannya seperti sumber mata air.
Dimensi ekstase dalam pengalaman sang nabi ada dalam
penafsirannya. Kata Akadia nabi
(“memanggil”) telah memunculkan bentuk penjelasan; nabi
dipanggil oleh
Tuhan (Kel. 3:1-4,
17; Yes. 6, Yer. 1:4-19; Yeh. 1-3; Hos. 1:2; Amos 7:14;
Yun. 1:1)[5]. Sebenarnya, jika daftar nabi kanonik merupakan
petunjuk, maka krisis sejarah dan moral, membuat mereka muncul. Jika tidak ada
krisis, maka para nabi kurang dibutuhkan.[6]
Seorang
nabi, terutama dalam Perjanjian Lama, disebut “mulut” Yahweh karena mengumumkan
pesan kepada manusia apa yang dipesankan Tuhan[7],
nabi Perjanjian Lama menuturkan kehendak Allah[8]. Kata “nabi” sering diartikan dengan “mengangkat”,
“menunjuk”, atau “memanggil”.[9] Secara
etimologis kata nabi apabila digunakan dalam bentuk pasif bermakna orang yang
dipanggil Tuhan dengan suatu tugas tertentu. Secara teologis nabi adalah orang
yang berbicara atas nama Tuhan, maka nabi bisa dikatakan legatus Divinus, seorang yang diutus Tuhan.[10]
Pada
abad ke 8-SM dan abad-abad selanjutnya, identitas serta penggolongan nabi sudah
sangat jelas. Pada abad-abad ini telah muncul golongan-golongan nabi-nabi
profesional dan individual. Nabi-nabi profesional terdiri dari nabi-nabi yang
bertugas di bidang kehidupan politik dan hukum. Sebagian nabi profesional
bertugas di bidang kehidupan keagamaan. Nabi profesional mengusung atribut
resmi, karena mereka diangkat oleh kerajaan. Karena itu kebanyakan dari mereka
lebih memihak kepada penguasa ketimbang memihak Allah. Diantara mereka pun
masih ada yang setia kepada Allah, misalnya Nabi Habakuk (nabi yang akan
dibahas dalam tulisan ini). Sedangkan nabi individual adalah nabi-nabi bebas
yang tidak terikat dengan lembaga-lembaga resmi kerajaan. Mereka adalah
nabi-nabi yang hanya berdasarkan panggilan. Nubuat-nubuat mereka mencakup
seluruh aspek kehidupan umat. Mereka sangat bergantung kepada Allah dan
kehendak Allah. Karena itu, nubuat-nubuat mereka tidak kompromi dengan
kejahatan bangsanya.[11] Empat istilah diterapkan kepada para individu, baik
pria maupun wanita, yang menunjukan sifat kenabian: “Manusia Allah”, “pelihat”,
orang yang melihat penglihatan” dan “nabi”.[12] Sebab seorang nabi adalah juru bicara Allah maka
tentu ada pesan yang harus disampaikan kepada umat Allah dan untuk dimengerti
apa kehendak Allah itu, pesan para nabi dapat dimengerti dengan sangat baik
dengan cara menganalisa jenis-jenis ucapan ilahi yang digunakan. Ada empat
jenis utama[13]:
·
Ucapan ilahi yang
berisi tuduhan (gambaran dari pelanggaran)
·
Ucapan ilahi yang
berisi hukuman (hukuman datang karena pelanggaran)
·
Ucapan ilahi yang
berisi petunjuk (bagaimana para penerima pesan harus bertingkah laku)
·
Ucapan ilahi yang
memberi pengharapan atau akibat (perkembangan sesudah hukuman atau pengharapan
akan kelepasan dan pemulihan).
Dr.
Kyle M. Yates dalam karyanya, Preaching
from the Prophets, berusaha untuk membuat klasifikasi atau tanda-tanda
seseorang itu disebut nabi:
1.
Seorang nabi
adalah pribadi yang selalu tidak suka berkompromi. Ia tidak dapat diikat oleh
adat atau pendapat umum atau d ikekang oleh sikap berhati-hati par adiplomat.
2.
Seorang nabi sadar
akan panggilan ilahi yang mengikatnya kepada tugas yang telah ditunjukan oleh
Allahnya. Ia harus senantiasa insaf bahwa ia adalah juru bicara Allah.
Panggilan ilahi itu harus ditaati.
3.
Seorang nabi sadar
akan hak istimewa masuk kehadiran Yehova. Ia langsung berhubungan dengan Allah.
Ialah pembawa rahasia-rahasia yang indah dari takhta Allah kepada manusia yang
membutuhkan pertolongan.
4.
Biasanya ia
seorang yang giat, dengan tubuh dan perangai yang kuat, yang “menarik perhatian”
dalam suatu perhimpunan. Sebab ia seorang yang amat bersemangat, sering ia membangkitkan permusuhan dan perlawanan.
5.
Seorang nabi sadar
akan kekuasaan dan dukungan Allah dalam segala keadaan darurat. Biasanya ia
berdiri sendiri menghadap hampir semua orang yang secaman dengannya. Bahkan
para pemimpin-pemimpin agama (para imam dan nabi yang biasa), yang lazimnya mempunyai
waktu untuk pergaulan sosial, senantiasa menantang pendirian aneh nabi-nabi
Allah itu.
6.
Pasti, ia seorang
yang selalu berdoa dan bersekutu dengan Allah. Hidupnya yang sunyi sepi itu
memberi banyak waktu kepadanya untuk memelihara hubungan dengan Allah.
7.
Hidup dan perangai
seorang nabi suci dan diabdikan kepada Allah. Tak seorang pun dari nabi-nabi
sejati ini yang hidup susilanya bercacat cela. Hidup mereka terpisah dari
dunia.
8.
Dengan berterus
terang ia mengritik kejahatan-kejahatan tertentu dalam susunan masyarakat. Para
raja, imam, pemimpin, orang bangsawan dan hakim ditegurnya dengan tak kenal
takut. Ia tidak membicarakan hal-hal abstrak. Dengan dimpimpin oleh Allah ia
memprotes dengan keras setiap orang atau adat istiadat yang patut di cela.
9.
Seorang nabi
adalah perantara Allah untuk menyatakan masa yang akan datang kepada orang
banyak. Pekerjaan utamanya adalah berkhotbah kepada orang pada zaman itu. Dan
perlu diperhatikan bahwa peranan tiap nabi dalam mengatakan maksud Yehova untuk
hari depan. Keadaanya telah diberi pengertia khas tentang kehendak Allah untuk
generasi-generasi yang belum lahir pada waktu itu.[14]
HUBUNGAN NABI DENGAN ALLAH YANG MEMANGGIL
MEREKA MENJADI NABI
[1] Wawancara dengan Pdm. Didik
Kristianto, Hamba Tuhan (gembala sidang) di GPT Bethesda Bahu Palawa, Kab.
Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (orang tua penulis) via telpon pada 19 April
2020.
[2]
Andrew Hill, E. & John H. Walton, Survey
Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2013) Hal. 499
[3] Willem A. Van Gemeren, Penginterpretasian Kitab Para Nabi
(Surabaya: Momentum,2011), 33
[4] Ibid. 484
[5] Ibid, 485
[6] C. Hassel Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama,
(Malang: Gandum Mas, 2009) hal 14
[7] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2005), 163.
[8] Lukas Tjandra, Latar Belakang Perjanjian Baru, (Malang: SAAT,2010, 77.
[9] Leon J. Wood, Nabi-Nabi Israel, judul asli The Prophet of Israel (Malang: Gandum Mas,
2005), 83.
[10] Sudarman, Identitas dan Karakteristik Nabi-Nabi Israel Dalam Perjanjian Lama,
Vol 6, No.2, Desember 2012. (Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam),
298.
[11] Ludji, Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2009) hal 18
[12] Hassel, C. Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama. ibid.
hal 16
[13] Ibid, Survey Perjanjian Lama, 505
[14] Dikutip dari, Frank M. Boyd, Kitab nabi-nabi kecil (Malang: Gandum
mas, 2016) hal 8
[15] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2001),149-150
[16]
Ferry Simanjuntak, Pengantar Kitab-Kitab
Puisi dan Nabi-Nabi Besar, (Bandung: Satu-Satu, 2015), 86
Posting Komentar untuk "TUGAS NABI PERJANJIAN LAMA DAN RELEVANSINYA BAGI HAMBA TUHAN MASA KINI (PART I)"